Selasa, 14 Desember 2010

Poes-Kha Never Ending

D’poes-kha blue adalah sebuah perkumpulan pertemanan yang erat walau banyak pertikaian di dalamnya. D’poes-kha dimulai dari masa SMP. Poes-kha Blue terdiri dari Diana, Agus, Nira, Ticha, Rya, Amat, Sayyid, Heri, Maya, Mey, Tiwi, Arief dan Made. Mereka tinggal di sebuah desa yang indah dan nyaman tentunya. Nama desa itu adalah Prafi. Suatu tempat yang masih asri tanpa jamahan orang di Pulau Papua, hutan yang indah dan pantai-pantai yang menyejukkan mata.
***
Dimulai dari pertemuan mereka di kelas 1 SMP. Agus, Mey, Diana, Maya, Ticha, Nira, Amat, Tiwi, Sayyid berada di kelas 7A, sedangkan Rya dan Arief di 7B dan Made di 7D. Di awal masuk sekolah mereka memulai perkenalan dan mereka sudah mulai akrab, maklum saja karena mereka memang sudah ada yang kenal satu sama lain sebelumnya. Mereka juga mengenal teman lainnya, ada Arissa, Brigwan, Fatimah, Rita, Chiwi, Amat, Ayu, Nurdina, Andi, Reza dan sebagainya.
***
Agus adalah orang yang tampan, pemalu dan rajin. Orang tuanya bekerja sebagai petani. Ia anak ke 4 dari 4 bersaudara. Mey merupakan
anak terakhir yang manja. Mey berperawakan pemalu dan cenderung diam. Mey dan Tiwi merupakan saudara sepupu dari ayah Mey. Diana berasal dari keluarga yang harmonis, ibunya menginggal ketika ia masih kecil dan ayahnya menikah lagi dan memiliki 2 adik. Ayah Diana bekerja di sebuah perkebunan. Nira ditinggalkan ayahnya meninggal ketika Ia masih berumur 10 tahun. Ia mempunyai seorang kakak dan seorang adik. Maya terlahir dari keluarga yang sederhana, tinggal bersama neneknya di belakang Sekolah Dasar. Maya sangat cantik dan lembut, sehingga banyak yang meyukainya. Rya berparas cantik dan berkulit hitam manis, seperti halnya Tiwi, paras mereka bagaikan pinang di belah dua. Tiwi memliki paras yang cantik dan sedikit tomboy, yang diwariskan oleh mamanya. Ia mempunyai adik perempuan 1 yang tak kalah cantik darinya. Sehingga kadang Tiwi merasa minder. Made terlahir dari keluarga yang kurang harmonis, ayahnya menikah lagi ketika ibunya mengandung adik keduanya. Dan tidak ada kabar sama sekali. Sehingga membuat Made semakin membenci ayahnya.
***
Masa awal sekolah SMP banyak yang terjadi dan hampir tak terlupakan oleh poes-kha blue karena mulai menginjak masa dewasa. Mulai dari cowok melirik cewek, perkenalan sama lain jenis, pedekate hingga jadian serta kejadian konyol yang dialami, dari yang culun berubah menjadi keren. Begitu juga dengan mereka. Devi pacaran dengan sang ketua OSIS dan Mey yang dekat dengan Abas sang kakak kelas. Ada Rya yang diam-diam menyukai Arief semanjak SD. Ticha yang pada saat membaca puisi kencing celana karena tidak bisa menahan tawa melihat teman sebelumnya membaca puisi dengan gaya yang aneh. Fatim yang selalu diganggu teman sebangkunya hingga menangis.
Hingga mereka menginjak kelas 8 yang mungkin mereka tak akan lupakan yaitu perlakuan wali kelas mereka yang killer. Kebetulan mereka satu kelas. Mereka mendapat hukuman pukulan dari rotan hanya karena tidak mambawa lap untuk membersihkan kaca kelas.
Hingga naik kelas 9 mereka semakin akrab, lagi-lagi mereka satu kelas. Namun mereka sadar bahwa akan berpisah nantinya karena tidak 1 SMA lagi. Di awal kelas 9 mereka belajar seperti biasa, ke kantin favorit mereka bareng, jalan-jalan, belajar bersama, cerita tentang masalah masing-masing. Cerita berlanjut ketika Made putus dengan sang ketua OSIS yang pindah sekolah dan Mey yang semakin dekat dengan Abas namun Abas memutuskan lanjut sekolah ke luar pulau. Arief yang menyimpan rasa pada Diana namun tak berani mengungkapkan. Brigwan yang mulai pacaran pertama kalinya.  
Lambat laun waktu berlalu hingga ujian akhir menanti. Mereka pun mengikuti ujian dengan tenang. Mamanya Mey meninggal tepat sehari setelah ujian berakhir. Yang membuat Mey sangat terpukul. Teman-teman Mey pun memberikan semangat kepada Mey.
***
Hujan mengguyur desa Prafi dari pagi, siswa SMP Negeri 1 begitu cemas menantikan pengumuman kelulusan mereka. Dalam hati bertanya-tanya “Lulus ga ya?”. Ya, sekarang adalah pengumuman kelulusan tingkat SMP. Perasaan bercampur aduk jadi satu. Diana, Maya, Ticha, Tiwi, Fatim, Agus, Arief, Chiwi, Mey dan teman-teman lainnya duduk di bangku kelas dengan cemas.
Tibalah pada siang hari pukul 14.00 di mana telah ditempelnya nama-nama siswa yang lulus di mading. Para siswa sibuk mencari nama mereka masing-masing.  Setelah d’poeskha menemukan nama mereka, mereka menangis karna terharu. Akhirnya tidak sia-sia mereka belajar. Mereka dinyatakan lulus. Mereka menangis di lapangan tanpa merasakan dinginnya hujan. Namun, hari itu membuat mereka sedih, karena Nira sahabat mereka tidak bisa hadir karena sakit.  Setelah bersalaman dan berterimakasih pada guru-guru mereka pergi ke RS menjenguk Nira. Nira terbaring lemah di atas kasur.
“Doain aku ya teman-teman biar aku lekas sembuh”. Ucap Nira meminta doa. Nira memang sering sakit, semenjak masuk SMP keadaannya sudah sering drop. Entah apa yang dipikirkannya. Di Rumah Sakit mereka bercanda riang hingga menjelang malam, d’poeskha pamit pulang. Mereka menyalami ibu Nira yang menjaganya. Mereka menyayangi dan menghargai ibu Nira sebagai ibu mereka sendiri. Mereka begitu mencintai keluarga temannya seperti mereka cinta pada keluarga sendiri.
***
Seminggu setelah menerima ijazah, d’poes-kha satu persatu berpisah untuk melanjutkan pendidikan demi cita-cita dan masa depan yang cerah. Diana melanjutkan SMA di Ambon, Arief, Heri dan Sayyid ke Jawa melanjutkan di sebuah  pesantren terkenal di daerah Jawa Timur. Chiwi pindah ke Jogja ikut saudaranya. Sedangkan yang lain masih melanjutkan di Prafi. Walau mereka tidak sekelas pada saat kelas 1, 2 dan 3 namun mereka tetap kompak. Sedikit demi sedikit masalah mulai muncul di antara mereka, mulai dari kesalahpahaman hingga meninggalnya orang-orang yang dikasihi. Di kelas 1 terjadi kesalahpahaman antara Ticha dan anggota lain yang hampir menyebabkan hubungan mereka retak. Kenaikan kelas 3 Made ditinggal Uce sang kekasih yang sebelumnya telah melamarnya akibat leukemia.
Uce dilarikan ke rumah sakit ketika ada janji dengan Made. Siang itu Uce berjanji menjemput Made di rumahnya. Mad menunggu sampe sore namun Uce tak kunjung datang. Made mencoba menghubungi Uce lewat telp tapi tidak ada jawaban. Malamnya hp Made berdering tanda sms masuk.
Made, Uce di rumah sakit. Uce sakit, bsok k2 jlasin ke km. km yg sbr ya.
Begitu pesan yang ditampilkan di layar handphone, ternyata dari kak Anti, kakak Uce.
Esoknya Made dijemput kak Anti dan diantar ke Rumah Sakit. Di ruangan terlihat Uce tampak lemah dengan selang infus di hidung dan tangan. Telinga dan hidungnya mengeluarkan darah. Begitu miris Made melihatnya. Hingga meneteskan air mata. Mama Uce mendekati Made dan memeluknya.
“Besok pagi jam 9 Uce di bawa ke Makassar. Mau operasi, walaupun ga ada harapan. Made bisa datang kan? Antar Uce”. Kata mama Uce.
***
Keesokan hari nya pagi-pagi sekali Made, Maya dan Mey pergi ke Rumah Sakit untuk mengantar Uce ke Bandara menuju Makassar.  Setibanya di Rumah Sakit mereka langsung menuju Bandara Rendani. Di ruang tunggu bandara, Made hanya bisa memeluk Uce dengan menahan tangis.
“Uce harus sembuh ya, Made mau keinginan kita tercapai” Ucap Made di telinga Uce dengan lembut.
Air mata pecah begitu Uce naik ke pesawat. Mereka hanya bisa berdoa, semoga ini bukan terakhirnya mengantar Uce di Bandara, tapi juga akan menjemput Uce dengan keadaan yang sehat. 
Dua hari kemudian Made mendapat kabar kalau keadaan Uce semakin parah, Made hanya bisa berdoa dan meminta teman-temannya berdoa buat kebaikan Uce. “Uce udah gak bisa gerak, gak kenal lagi ma orang lain” ucap Made sambil terisak. D’poes-kha hanya bisa menenangkan Made dan berdoa. Tiga hari kemudian pukul 09.00 kabar duka datang dari Makassar tenyata Uce sudah tiada. Malamnya Made ke rumah duka. Tak bisa menahan tangis akhirnya Made pingsan di pelukan nenek almarhum Uce.  Kepergian Uce begitu cepat dan membuat Made belum bisa menerima kenyataan.
***
“Adek ga tau mesti gimana, lebih baik adek yang pergi dari rumah, gak mau liat mama nangis lagi. Mungkin dengan adek pergi, mama gak bertengkar lagi ma bapak.” Cerita Nira kepada Mey. Mama nya Nira menikah lagi ketika Nira SMP dengan duda beranak 3. Yang awalnya dikira akan memperbaiki kehidupan ternyata malah terbalik. Mama Nira dan Ayah tirinya sering bertengkar bahkan mama Nira sering diusir. Keadaan pun sama dengan keadaan Mey yang ayahnya menikah lagi setelah mama Mey meninggal ketika SMP. Mama tiri Mey suka bertindak sesukanya, hingga membuat Mey kurang menyukainya. Mey sempat berfikir seandainya dulu mama Nira belum menikah tentu Ia akan menjodohkan mama Nira dengan ayahnya. Ia sangat menyayangi keluarga Nira dan menganggap mereka bagian dari keluarga besar. Namun takdir berkata lain.
***
Menjelang UAN SMA nasib malang melanda Ticha yang harus kehilangan keduaorangtuanya. Mamanya tiba-tiba sakit dan dua hari kemudian meninggal. Belum genap 6 bulan, ayahnya menyusul ibunya karena sakit juga. Ticha menjadi rapuh dan minder. D’poes-kha hanya bisa memberikan yang terbaik buat Ticha dan selalu mensupport-nya.
***
Begitu banyak hal yang dialami namun mereka tetap menjaga keutuhan kekeluargaan mereka. Dan berusaha menjadikan keluarga kecil ini ke dalam keluarga besar mereka. Hingga akhirnya lulus SMA mereka harus berpencar. Hal ini tidak membuat mereka lantas memutuskan tali persaudaraan mereka. Walau terbentang jarak, mereka tetaplah saudara, satu darah, darah Papua. Akan setiap saat ada jika ada yang membutuhkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar